Senin, 05 Mei 2014

Kegempaan di Gunung Merapi

Kegempaan di Gunung Merapi
Kegempaan di Merapi mulai dipantau sejak tahun 1930, yaitu pada saat ada kenaikan aktivitas saat itu. Studi tentang kegempaan secara anlitik dilakukan tahun 1968 oleh tim gabungan Indonesia - Jepang. Sejak saat itu gempa dibedakan berdasarkan jenisnya.
Dekade 1970an merupakan dekade penggunaan telemetri kabel, sensor seismograf dipasang terpisah dr lokasi perekamannya, Noise atau gangguan dari kegiatan manusia mulai bisa dikurangi karena seismometer ditempatkan pada lokasi yg terpisah. Tahun 1982 merupakan periode penggunaan sinyal radio, jarak lokasi stasiun pengirim dan penerima hampir tidak masalah lagi. Gempa di Gunung Merapi tergolong berskala kecil, ehingga gempa vulkanik hampir tidak dirasakan manusia. Magnitude berada dibawah 3 SR. Dari posisi sumber gempa, terjadi pada kedalaman dibawah 6 Km dibawah puncak. Pada umumnya gempa-gempa tergolong dangkal bahkan kurang dari 2 Km dibawah puncak. Dari distribusi lateral, gempa di Merapi tidak terlalu tersebar. Hiposenter gempa berada secara vertikal di bawah puncak.
JENIS GEMPA DI GUNUNG MERAPI
1. VTA (Vulkanik Dalam):
Gempa berasal dari kedalaman 2-5 Km, dari analisa frekuensi dominan tercatat pada elevasi 2625 mdpl, frekuensi berkisar antara 5 dan 8 Hz. Sebagai gempa yang mekanisme sumbernya seperti gempa tektonik, gempa ini mempunyai fase P dan S yang relatif dapat dibedakan dengan jelas. Simpangan (impuls) pertamanya (onset) cukup tegas sehingga mudah dalam membaca waktu tiba gempa. Walaupun masih tergantung pada limpasannya, beberapa stasiun seismograf yang terletask di lereng Merapi yang memiliki elevasi relatif lebih rendah kadang mencatat gempa jenis ini dengan amplitudo yang lebih besar. Fenomena ini disebabkan karena lokasi pusat gempa cukup dalam. Diantara gempa-gempa yang terjadi di Merapi, gempa VTA merupakan gempa bermagnitude terbesar.
Energi gempa yang cukup besar dibanding dengan jenias lainnya, biasanya semua stasiun seismograf di puncak dan lereng Merapi dapat mencatat gempa ini dengan jelas.

2. Gempa VTB
Gempa ini bersumber pada kedalam kurang dari 2 Kilometer dibawah puncak. Frekuensi dominan gempa berkisar antara 4 dan 7 Hz. Dari kenampakannya pada seismogram, gempa ini mirip dengan VTA hanya sata fase P dan S tidak terlihat jelas. Karena posisinya dangkal, gempa tercatat dengan jelas pada elevasi tinggi sedangkan seismograf di lereng bwah mencatat gempa jenis ini dengan amplitudo yang jauh lebih kecil.
3. Gempa MP (Multi Phase)
Gempa MP adalah gempa yang terjadi di kubah lava. Pada saat kubah lava tunmbuh cepat, jumlah kejadian gempa MP dapat mencapai 700 gempa per hari. Nampaknya gempa ini terjadi pada kerak-kerak kubah lava yang bergesekan pada saat kubah tumbuh. Frekuensi dominannya berkisar antara 3 dan 4 Hz. Dibandingkan dengan gemap VTA dan VTB awalan gempa yaitu impuls pertamanya tidak begitu tegas. Perkembangan amplitudo gempa juga bersifat gradual, yaitu amplitudo berkembang secara perlahan dan mencapai maksimum setelah 3 sampai 4 detik dari impuls pertamanya.
4. Gempa LF (Low Frequency)
Gempa LF mempunyai frekuensi dominan sekitar 1.5 Hz. Amplitudo gempa sangat kecil sehingga hanya bisa dibaca pada stasiun elevasi tinggi atau disekitar puncak atau pada stasiun seismik digital. Secara fisis jenis gempa ini berkaitan dengan pergerakan fluida gas didalam pipa kepundan yang berkaitan dengan kesetimbangan stress sntsr batuan akibat tekanan gas.

5. Gempa LHF (Low High Frequency)
Gempa LHF memiliki frekuensi dominan 1.5 – 7 Hz. Amplitudo gempa sangat kecil sehingga hanya bisa dibaca pada stasiun elevasi tinggi atau disekitar puncak atau pada stasiun seismik digital. Gempa ini terkait dengan pergerakan fluida gas didalam zona VTB.
6. Tremor
Di merapi terdapat dua macam tremor yaotu tremor frekuensi rendah dan tremor frekuensi tinggi. Tremor frekuensi rendah mempunyai frekuensi dominan 1,5 Hz. Kejadian tremor frekuensi rendah berkaitand engan gempa-gempa LF. Hal ini jelas saat terjadi banyak gempa LF, tremor frekuensi rendah juga sering terjadi. Pada saat sebelum letusan, sering tercatat tremor frekuensi tinggi. Kadangkala kejadian tremor diikuti suara gemuruh dari puncak Merapi. Beberapa kejadian letusan Merapi diawali dengan tercatatnya tremor frekuensi tinggi beberapa menit sebelum kejadian letusan.
7. Guguran
Guguran lava atau material dari puncak Merapi menuju lereng terlihat pada rekaman seismogram sebagai sinyal gempa dengan durasi panjang. Amplitudo guguran berkembang dari kecil dan mencapai maksimum setelah lebih dari 15 detik dari awal gempa. Dari panjangnya sinyal, guguran sangat mudah dibedakan dari gempa-gempa vulkanik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar