Kegempaan di Gunung Merapi
Kegempaan di Merapi mulai dipantau sejak tahun 1930, yaitu pada saat
ada kenaikan aktivitas saat itu. Studi tentang kegempaan secara anlitik
dilakukan tahun 1968 oleh tim gabungan Indonesia - Jepang. Sejak saat
itu gempa dibedakan berdasarkan jenisnya.
Dekade 1970an merupakan dekade penggunaan telemetri kabel, sensor seismograf dipasang terpisah dr lokasi perekamannya,
Noise atau gangguan dari kegiatan manusia mulai bisa dikurangi karena
seismometer ditempatkan pada lokasi yg terpisah. Tahun 1982 merupakan
periode penggunaan sinyal radio, jarak lokasi stasiun pengirim dan
penerima hampir tidak masalah lagi. Gempa di Gunung Merapi tergolong
berskala kecil, ehingga gempa vulkanik hampir tidak dirasakan manusia.
Magnitude berada dibawah 3 SR. Dari posisi sumber gempa, terjadi pada
kedalaman dibawah 6 Km dibawah puncak. Pada umumnya gempa-gempa
tergolong dangkal bahkan kurang dari 2 Km dibawah puncak. Dari
distribusi lateral, gempa di Merapi tidak terlalu tersebar. Hiposenter
gempa berada secara vertikal di bawah puncak.
JENIS GEMPA DI GUNUNG MERAPI
1. VTA (Vulkanik Dalam):
Gempa berasal dari kedalaman 2-5 Km, dari analisa frekuensi dominan
tercatat pada elevasi 2625 mdpl, frekuensi berkisar antara 5 dan 8 Hz.
Sebagai gempa yang mekanisme sumbernya seperti gempa tektonik, gempa ini
mempunyai fase P dan S yang relatif dapat dibedakan dengan jelas.
Simpangan (impuls) pertamanya (onset) cukup tegas sehingga mudah dalam
membaca waktu tiba gempa. Walaupun masih tergantung pada limpasannya,
beberapa stasiun seismograf yang terletask di lereng Merapi yang
memiliki elevasi relatif lebih rendah kadang mencatat gempa jenis ini
dengan amplitudo yang lebih besar. Fenomena ini disebabkan karena
lokasi pusat gempa cukup dalam. Diantara gempa-gempa yang terjadi di
Merapi, gempa VTA merupakan gempa bermagnitude terbesar.
Energi
gempa yang cukup besar dibanding dengan jenias lainnya, biasanya semua
stasiun seismograf di puncak dan lereng Merapi dapat mencatat gempa ini
dengan jelas.
2. Gempa VTB
Gempa ini bersumber pada
kedalam kurang dari 2 Kilometer dibawah puncak. Frekuensi dominan gempa
berkisar antara 4 dan 7 Hz. Dari kenampakannya pada seismogram, gempa
ini mirip dengan VTA hanya sata fase P dan S tidak terlihat jelas.
Karena posisinya dangkal, gempa tercatat dengan jelas pada elevasi
tinggi sedangkan seismograf di lereng bwah mencatat gempa jenis ini
dengan amplitudo yang jauh lebih kecil.
3. Gempa MP (Multi Phase)
Gempa MP adalah gempa yang terjadi di kubah lava. Pada saat kubah lava
tunmbuh cepat, jumlah kejadian gempa MP dapat mencapai 700 gempa per
hari. Nampaknya gempa ini terjadi pada kerak-kerak kubah lava yang
bergesekan pada saat kubah tumbuh. Frekuensi dominannya berkisar antara 3
dan 4 Hz. Dibandingkan dengan gemap VTA dan VTB awalan gempa yaitu
impuls pertamanya tidak begitu tegas. Perkembangan amplitudo gempa juga
bersifat gradual, yaitu amplitudo berkembang secara perlahan dan
mencapai maksimum setelah 3 sampai 4 detik dari impuls pertamanya.
4. Gempa LF (Low Frequency)
Gempa LF mempunyai frekuensi dominan sekitar 1.5 Hz. Amplitudo gempa
sangat kecil sehingga hanya bisa dibaca pada stasiun elevasi tinggi atau
disekitar puncak atau pada stasiun seismik digital. Secara fisis jenis
gempa ini berkaitan dengan pergerakan fluida gas didalam pipa kepundan
yang berkaitan dengan kesetimbangan stress sntsr batuan akibat tekanan
gas.
5. Gempa LHF (Low High Frequency)
Gempa LHF memiliki
frekuensi dominan 1.5 – 7 Hz. Amplitudo gempa sangat kecil sehingga
hanya bisa dibaca pada stasiun elevasi tinggi atau disekitar puncak atau
pada stasiun seismik digital. Gempa ini terkait dengan pergerakan
fluida gas didalam zona VTB.
6. Tremor
Di merapi terdapat dua
macam tremor yaotu tremor frekuensi rendah dan tremor frekuensi tinggi.
Tremor frekuensi rendah mempunyai frekuensi dominan 1,5 Hz. Kejadian
tremor frekuensi rendah berkaitand engan gempa-gempa LF. Hal ini jelas
saat terjadi banyak gempa LF, tremor frekuensi rendah juga sering
terjadi. Pada saat sebelum letusan, sering tercatat tremor frekuensi
tinggi. Kadangkala kejadian tremor diikuti suara gemuruh dari puncak
Merapi. Beberapa kejadian letusan Merapi diawali dengan tercatatnya
tremor frekuensi tinggi beberapa menit sebelum kejadian letusan.
7. Guguran
Guguran lava atau material dari puncak Merapi menuju lereng terlihat
pada rekaman seismogram sebagai sinyal gempa dengan durasi panjang.
Amplitudo guguran berkembang dari kecil dan mencapai maksimum setelah
lebih dari 15 detik dari awal gempa. Dari panjangnya sinyal, guguran
sangat mudah dibedakan dari gempa-gempa vulkanik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar